TUGAS 1
1. Jelaskan
konsep “penalaran” menurut anda !
penalaran
adalah merupakan suatu corak atau cara seseorang mengunakan nalarnya dalam
menarik kesimpulan sebelum akhirnya orang tersebut berpendapat dan
dikemukakannya kepada orang lain. Dimana penalaran dibagi dua macam yaitu
penalaran induktif dan deduktif. Kedua jenis penalaran tersebut mempunyai
maksud dan Silogisme yang berbeda. penalaran deduktif adalah proses penyimpulan
pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum atau universal.sedangkan penalaran
induktif adalah proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau
sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus.
2.
Bagaimana wujud dari evidensi ?
Wujud Evidensi
merupakan semua fakta yang ada, semua kesaksian, semua informasi, atau
autoritas yang dihubungkan untuk membuktikan suatu kebenaran. Fakta dalam
kedudukan sebagai evidensi tidak boleh digabung dengan apa yang dikenal sebagai
pernyataan atau penegasan. Dalam wujud yang paling rendah evidensi itu berbentuk
data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan
keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu.
3.
Jelaskan dan berikan contoh cara menguji
data, cara menguji fakta, dan cara menilai autoritas !
·
Cara
Menguji Data
Data
dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena
itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan
yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa
cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
A.
Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai
evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih
meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya
dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu
untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu
informasi itu. Tiap pengarang atau penulis harus mengadakan pengujian lagi
dengan mengobservasi sendiri data atau informasi itu. Sesudah mengadakan
observasi, pengarang dapat menentukan sikap apakah informasi atau data itu
sesungguhnya merupakan fakta atau tidak, atau barangkali hanya sebagian saja
yang benar sedangkan sebagian lain hanya didasarkan pada perasaan dan prasangka
para informan
B.
Kesaksian
Keharusan
menguji data dan informasi, tidak selalu harus dilakukan dengan observasi.
Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi
atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat,
dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau
pengarang dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan
dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri
persoalan itu. Demikian pula halnya dengan semua pengarang atau penulis. Untuk
memperkuat evidensinya, mereka dapat mempergunakan kesaksian-kesaksian orang
lain yang telah mengalami sendiri perisitiwa tersebut.
C. Autoritas
Cara
ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun
evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari
seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat,
memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat
mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.
·
Cara menguji fakta
Untuk
menetapkan apakah data atau informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta,
maka harus diadakan penilaian. Penilaian tersebut baru merupakan penilaian
tingkat pertama untuk mendapatkan keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta,
sesudah itu pengarang atau penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua
yaitu dari semua fakta tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat
kesimpulan yang akan diambil.
A. Konsistensi
Dasar
pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai
evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai
tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten,
tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.
B. Koherensi
Dasar
kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian fakta mana yang dapat
dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan
digunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan
dipergunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman
manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku. Bila penulis
menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa
karena pembaca setuju atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang
menemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain,
yaitu konklusinya.
·
Cara Menilai Autoritas
Seorang
penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari
tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan
pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian
atau data eksperimental.
A. Tidak
Mengandung Prasangka
Dasar
pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama
sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka
artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang
dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain,
yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari
data-data eksperimentalnya.
B. Pengalaman
dan Pendidikan Autoritas
Dasar
kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas
adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang
diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai
seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi. Walaupun jaman kita ini
sudah begitu condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun
kita tidak boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang
tertentu.
C. Kemashuran
dan Prestise
Faktor
ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah
meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas
itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi di
bidang lain. Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena
prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Seorang yang
menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas berturut-turut dalam
pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang
cara-cara pemberantasan korupsi.
D. Koherensi
dengan Kemajuan
Hal
keempat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang
diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau
koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu. Pengetahuan dan
pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik.
Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam
bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu
memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat
sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga
mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung
jawabkan. Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat terhadap autoritas yang
dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas, gelar, kedudukatif, dan
sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin penulis harus mengutip
setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas tersebut. Untuk
memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah
diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan
hanya pada satu autoritas.
4.
Jelaskan perbedaan silogisme katagorial,
silogisme hipotesis dan silogisme alternative !
Silogisme adalah
merupakan suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Dan silofisme itu
di atur dalam dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan).
Kemudian silogisme mempunyai beberapa macam jenisnya, yaitu diantaranya sebagai
berikut. Dari berbagai jenis silogisme diatas, memiliki arti yang berbeda, yang
pertama yaitu:
A. Silogisme
katagorial
Silogisme ini merupakan silogisme dimana semua proporsinya merupakan katagorial. Kemudian proporsisi yang mengandung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek).
B. Silogisme
hipotetik
Yang dimaksud dengan silogisme hipotetik
itu adalah suatu argumen/pendapat yang premis mayornya berupa proposisi
hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.
C. Silogisme
alternative
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif itu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya.
5. Sebutkan
jenis-jenis cara berpikir induktif !
Berpikir Induktif
Induksi
adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa
khusus untuk menentukan hukum yang umum. Induksi merupakan cara berpikir dimana
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
(filsafat ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)
Berpikir
induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari
hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki
berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk
dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)
Jalan
induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu
bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung
semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada
semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain
yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Penalaran
ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif.
Dimana lebih lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan
penalaran induktif dengan empirisme. Secara rasional ilmu menyusun
pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu
memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu
sebelum teruji kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang
diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara, Penjelasan sementara ini
biasanya disebut hipotesis.
Hipotesis
ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari
pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap
pengujian hipotesis proses induksi mulai memegang peranan di mana dikumpulkan
fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di dukung fakta atau
tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak.
Maka
dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif dan penalaran induktif diperlukan
dalam proses pencarian pengetahuan yang benar.
SUMBER:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar