SEJARAH KOPERASI DI
INDONESIA
PERTUMBUHAN KOPERASI INDONESIA
Awal pertumbuhan perkoperasi di Indonesia diperkenalkan pertama kali oleh Patih di Purwokerto, Jawa Tengah, R. Aria
Wiraatmadja yang pada tahun 1896 mendirikan sebuah Bank untuk Pegawai Negeri.
Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode.
Pada zaman Belanda
pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi
pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan
dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang
yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri
masih ragu-ragu menganjurkan koperasi karena pertimbangan politik, khawatir
koperasi itu akan digunakan oleh kaum politik untuk tujuan yang membahayakan
pemerintah jajahan itu.
Pada tahun 1908, Budi
Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi
untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan
Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling
Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk
Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi
pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional
Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Namun, pada
tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi
untuk yang kedua kalinya.
Pada tahun 1942 Jepang
menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi
ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang
untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia.
PERTUMBUHAN KOPERASI SETELAH KEMERDEKAAN
Setelah Indonesia merdeka,
pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres
Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari
Koperasi Indonesia serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di
kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat.
Setelah terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata
keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir
menjelaskan di muka Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program
perekonomian antara lain “Menggiatkan pembangunan organisasi-organisasi rakyat
, istimewa koperasi dengan cara pendidikan, penerangan, pemberian kredit yang
lebih banyak dan lebih mudah, satu dan lain seimbang dengan kemampuan keuangan
Negara”. Untuk memperbaiki perekonomian-perekonomian rakyat, Kabinet Wilopo
mengajukan suatu “program koperasi” yang terdiri dari tiga bagian:
- Usaha untuk
menciptakan suasana dan keadaan sebaik-baiknya bagi perkembangan gerakan
koperasi;
- Usaha lanjutan
dari perkembangan gerakan koperasi;
- Usaha yang
mengurus perusahaan rakyat yang dapat diselenggarakan atas dasar koperasi.
Selanjutnya Kabinet Ali
Sastroamidjodjo menjelaskan program Pemerintahannya “Untuk kepentingan pembangunan
dalam lapangan perekonomian rakyat perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan
koperasi yang harus disesuaikan dengan semangat gotong royong yang spesifik di
Indonesia dan besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa percaya pada diri
sendiri di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah hendak menyokong usaha
itu dengan memperbaiki dan memperluas perkreditan, yang terpenting antara lain
dengan pemberian modal kepada badan-badan perkreditan desa seperti Lumbung dan
Bank Desa, yang sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk koperasi”.
Pada tanggal 15 sampai
dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di
Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Pada tahun 1956
tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di
Jakarta. Keputusan KOngres di samping hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia
dengan InternationalCooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan
Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di
dalam Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam
suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada tanggal 27
Oktober 1958.
PERKEMBANGAN KOPERASI PADA MASA ORDE BARU
Pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan
Undang-Undang Koperasi yang baru yakni dikenal dengan UU No. 12/1967 tentang
Pokok-pokok Perkopersian:
Bahwa
Undang-Undang No. 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian mengandung
pikiran-pikiran yang nyata-nyata hendak :
- menempatkan
fungsi dan peranan koperasi sebagai abdi langsung daripada politik.
Sehingga mengabaikan koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi rakyat.
- menyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar koperasi dari kemurniannya.
- Bahwa berhubung dengan itu perlu dibentuk Undang-Undang baru yang sesuai dengan semangat dan jiwa Orde Baru sebagaimana dituangkan dalam Ketepatan-ketepatan MPRS Sidang ke IV dan Sidang Istimewa, bahwa koperasi bersama-sama dengan sector ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala sektor ekonomi Negara dan swasta bergerak di segala kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa, bahwa berhubungan dengan itu, maka Undang-Undang No. 14 tahun 1965 perlu dicabut dan perlu mencerminkan jiwa, serta cita-cita yang terkandung dalam jelas menyatakan, bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan koperasi. Berdasarkan pada ketentuan itu dan untuk mencapai cita-cita tersebut Pemerintah mempunyai kewajiban membimbing dan membina perkoperasian Indonesia dengan sikap “ ing ngarsa sung tulada, ing madya membangun karsa, tut wuri handayani “.
Dengan berlakunya UU No.
12/1967 koperasi-koperasi yang telah berdiri harus melaksanakan penyesuaian
dengan cara menyelenggarakan Anggaran dan mengesahkan Anggaran Dasar yang
sesuai dengan Undang-Undang tersebut. Dari 65.000 buah koperasi yang telah
berdiri ternyata yang memenuhi syarat sekitar 15.000 buah koperasi saja.
Untuk mengatasi kelemahan
organisasi dan memajukan manajemen koperasi maka sejak tahun1972 dikembangkan
penggabungan koperasikoperasi kecil menjadi koperasi-koperasi yang besar.
Daerah-daerah di pedesaan dibagi dalam wilayah-wilayah Unit Desa (WILUD) dan
koperasikoperasi yang yang ada dalam wilayah unit desa tersebut digabungkan
menjadi organisasi yang besar dan dinamakan Badan Usaha Unit Desa (BUUD). Pada
akhirnya koperasi-koperasi desa yang bergabung itu dibubarkan, selanjutnya BUUD
menjelmas menjadi KUD (Koperasi Unit Desa). Ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang Wilayah Unit Desa, BUUD/KUD dituangkan dalam Instruksi Presiden
No.4/1973 yang selanjutnya diperbaharui menjadi Instruksi Presiden No.2/1978
dan kemudian disempurnakan menjadi Instruksi Presiden No.4/1984.
Dalam kenyataannya
meskipun arus sumber-sumber daya pembangunan yang dicurahkan untuk mengatasi
kemiskinan, khususnya di daerah-daerah pedesaan, belum pernah sebesar seperti
dalam era pembangunan selama ini, namun kita sadarai sepenuhnya bahwa gejala
kemiskinan dalam bentuk yang lama maupun yang baru masih dirasakan sebagai
masalah mendasar dalam pembangunan nasional. Keadaan yang telah berlangsung
lama tersebut membuat masyarakat yang tergolong miskin dan lemah ekonominya
belum pernah mampu untuk ikut memanfaatkan secara optimal berbagai sumber
pendapatan yang sebenarnya tersedia.
PERKEMBANGAN KOPERASI ERA REFORMASI
Dalam era reformasi
pemberdayaan ekonomi rakyat kembali diupayakan melalui pemberian kesempatan yang
lebih besar bagi usaha kecil dan koperasi. Untuk tujuan tersebut seperti sudah
ditetapkan melalui GBHN Tahun 1999.
Pesan yang tersirat di
dalam GBHN Tahun 1999 tersebut bahwa tugas dan misi koperasi dalam era
reformasi sekarang ini, yakni koperasi harus mampu berfungsi sebagai sarana
pendukung pengembangan usaha kecil, sarana pengembangan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, serta sebagai sarana untuk pemecahan ketidakselarasan di
dalam masyarakat sebagai akibat dari ketidakmerataannya pembagian pendapatan
yang mungkin terjadi.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
Demikian juga kebijaksanaan pembinaan koperasi selama ini yang menempatkan koperasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah terutama dalam mendukung program-program pembangunan di bidang pertanian secara bertahap harus dilepaskan.
Untuk tujuan tersebut maka diperlukan pendekatan melalui lembaga kemasyarakatan yang mandiri dan berakar di masyarakat seperti Koperasi Pondok Pesantren yang bertujuan terutama untuk melepaskan koperasi dari keterikatannya pada program pemerintah. Walaupun demikian peran pemerintah dalam mendukung pembangunan koperasi masih tetap diperlukan, tetapi hanya sebatas fasilitator dan regulator khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang sehat.
Untuk mengetahui peran yang dapat diharapkan dari koperasi dalam rangka penyembuhan perekonomian nasional kiranya perlu diperhatikan bahwa disatu sisi koperasi telah diakui sebagai lembaga solusi dalam rangka menangkal kesenjangan serta mewujudkan pemerataan, tetapi di sisi lain kebijaksanaan makro ekonomi belum sepenuhnya disesuaikan dengan perubahan-perubahan perekonomian dunia yang mengarah pada pasar bebas.
Demikian juga kebijaksanaan pembinaan koperasi selama ini yang menempatkan koperasi sebagai kepanjangan tangan pemerintah terutama dalam mendukung program-program pembangunan di bidang pertanian secara bertahap harus dilepaskan.
Untuk tujuan tersebut maka diperlukan pendekatan melalui lembaga kemasyarakatan yang mandiri dan berakar di masyarakat seperti Koperasi Pondok Pesantren yang bertujuan terutama untuk melepaskan koperasi dari keterikatannya pada program pemerintah. Walaupun demikian peran pemerintah dalam mendukung pembangunan koperasi masih tetap diperlukan, tetapi hanya sebatas fasilitator dan regulator khususnya dalam menciptakan iklim usaha yang sehat.
Usaha kecil, Menengah dan
Koperasi (UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam
perekonomian indonesia. Hal ini disebabkan, usaha kecil menengah dan koperasi
merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan
kerja yang signifikan. Oleh karena kesenjangan pendapatan yang cukup besar
masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil, menengah dan koperasi
(UKMK), pengembangan daya saing UKMK, secara langsung merupakan upaya dalam
rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit
kesenjangan ekonomi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menegah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menegah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan Pengusaha Kecil, menegah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menegah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.
Terhadap pertumbuhan
ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar
16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha
kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh
usaha besar). Hal tersebut menunjukkan dua sekaligus, yaitu super kuatnya
sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Keberadaan UKMK sebagai
tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus, selain itu karena
Koperasi dinilai mampu memberikan berbagai kelebihan kepada para anggota atau
masyarakat yang memanfaatkan keberadaannya, Koperasi sebagai wadah perekonomian
rakyat.
KELEBIHAN KOPERASI :
- Usaha
koperasi tidak hanya diperuntukkan kepada anggotanya saja, tetapi juga untuk
masyarakat pada umumnya.
- Koperasi
dapat melakukan berbagai usaha diberbagai bidang kehidupan ekonomi rakyat.
- Sisa Hasil
Usaha (SHU) yang dihasilkan koperasi dibagikan kepada anggota sebanding
dengan jasa usaha masing-masing anggota.
- Membantu
membuka lapangan pekerjaan.
- Mendapat
kesempatan usaha yang seluas-luasnya dari pemerintah
- Mendapat
bimbingan dari pemerintah dalam rngka mengembangkan koperasi.
KELEMAHAN KOPERASI :
- terdapat keterbatasan Sumber
Daya Manusia, baik pengurus maupun anggota terhadap pengetahuan tentang
perkoperasian.
- Tidak semua anggota koperasi
berperan aktif dalam pengembangan koperasi.
- Koperasi identik dengan usaha
kecil sehingga sulit untuk bersaing dengan badan usaha lain.
- Modal koperasi relatif
terbatas atau kecil bila dibandingkan dengan badan usaha lain.
LAMBANG KOPERASI INDONESIA
1. Roda Bergigi menggambarkan upaya keras yang ditempuh
secara terus menerus. Hanya orang yang pekerja keras yang bisa menjadi calon Anggota
dengan memenuhi beberapapersyaratannya.[rujukan?]
2. Rantai (di sebelah kiri): melambangkan ikatan
kekeluargaan, persatuan dan persahabatan yang kokoh. Bahwa Anggota sebuah
Koperasi adalah Pemilik Koperasi tersebut, maka semua Anggota menjadi
bersahabat, bersatu dalam kekeluargaan, dan yang mengikat sesama Anggota adalah
hukum yang dirancang sebagai Anggaran Dasar (AD) / Anggaran Rumah Tangga (ART)
Koperasi. Dengan bersama-sama bersepakat mentaati AD/ART, maka Padi dan Kapas akan
mudah diperoleh.[rujukan?]
3. Kapas dan Padi (di sebelah kanan): menggambarkan
kemakmuran anggota koperasi secara khusus dan rakyat secara umum yang
diusahakan oleh koperasi. Kapas sebagai bahan dasar sandang (pakaian), dan Padi
sebagai bahan dasar pangan (makanan). Mayoritas sudah disebut makmur-sejahtera
jika cukup sandang dan pangan.[rujukan?]
4. Timbangan berarti keadilan sosial sebagai salah satu
dasar koperasi. Biasanya menjadi simbol hukum. Semua Anggota koperasi harus
adil dan seimbang antara "Rantai" dan "Padi-Kapas", antara
"Kewajiban" dan "Hak". Dan yang menyeimbangkan itu adalah
Bintang dalam Perisai.[rujukan?]
5. Bintang dalam perisai yang dimaksud adalah Pancasila,
merupakan landasan ideal koperasi. Bahwa Anggota Koperasi yang baik adalah yang
mengindahkan nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan, yang mendengarkan suara
hatinya. Perisai bisa berarti "tubuh", dan Bintang bisa diartikan
"Hati".[rujukan?]
6. Pohon beringin sebagai simbol kehidupan, sebagaimana
pohon dalam Gunungan wayang yang dirancang oleh Sunan Kalijaga. Dahan pohon disebut
kayu (dari bahasa Arab "Hayyu"/kehidupan). Timbangan dan Bintang
dalam Perisai menjadi nilai hidup yang harus dijunjung tinggi.[rujukan?]
7. Koperasi Indonesia menandakan bahwa Koperasi yang
dimaksud adalah koperasi rakyat Indonesia, bukan Koperasi negara lain.
Tata-kelola dan tata-kuasa perkoperasian di luar negeri juga baik, namun
sebagai Bangsa Indonesia harus punya tata-nilai sendiri.[rujukan?]
8. Warna merah dan putih yang menjadi bacground logo
menggambarkan sifat nasional Indonesia.